Perkembangan
Islam yang begitu cepat dan kekuasaan pemerintahan yang semakin meluas memaksa
kaum muslimin untuk berhadapan dengan berbagai kebudayaan yang sudah lebih
maju. Hal ini meniscayakan suatu usaha memadukan antara Islam dengan berbagai
unsure yang sesungguhnya asing. Perangkat – perangkat doktriner Islam yang
sudah terumuskan, harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ditemui
kaum muslimin di wilayah – wilayah baru tersebut. Dalam konteks inilah dapat
ditelusuri awal mula pertumbuhan tradisi filsafat di dunia Islam.
Di samping itu, perluasan wilayah
kekuasaan kaum muslimin ini juga mempertemukan kaum muslimin dengan umat
Kristen yang untuk pertama kalinya terjadi di Damaskus. Mulailah terjadi kontak
antara Islam dengan filsafat yang waktu itu dikembangkan para filusuf dan
teolog Kristen. Meski untuk beberapa lama pemikiran filsafat Yunani dan doktrin
Kristen sangat bertolak belakang, tetapi akhirnya para pemikir Kristen
menggunakan filsafat atau paling tidak teknik – teknik filsafat untuk
memberikan pendasaran rasional atas doktrin – doktrin agama mereka sendiri.
Selanjutnya, peristiwa paling penting
dalam sejarah pembentukan tradisi filsafat Islam adalah saat bertemunya islam
dengan filsafat Yunani di Baghdad pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada masa
itu, kaum Muslimin tidak saja menguasai Syiria dan Mesir, melainkan juga Persia
dan seluruh wilayah yang dalam sepanjang sejarahnya sudah berada di bawah
kebudayaan dan keilmuan Yunani. Ilmu pengetahuan Yunani seperti obat – obatan,
ilmu perbintangan dan matematika menarik minat kaum muslimin karena dianggap
bermanfaat. Dalam kaitan inilah salah seorang khalifah Abbasiyah yang
terkemuka, Al – Ma’mun (W.833 M), pada tahun 832 M mendirikan bait al – hikmah, sebuah lembaga yang berusaha tidak hanya pada
bidang penelitian saja, melainkan juga penyediaan perpustakaan yang dilengkapi
dengan tim penerjemah teks – teks asli Yunani ke dalam bahasa Arab.
Pada perkembangan berikutnya, filsafat
Islam memasuki masa keemasannya dengan munculnya para filusuf yang namanya kita
kenal hingga sekarang ini, seperti Al – Kindi (w. 870 M), Al – Farabi (w. 950
M), Ibnu Sina (w. 1037 M), Ibnu Khaldun (w. 1406), dan sebagainya. Kemudian,
masa keemasan filsafat Islam mengalami degradasi setelah Al – Ghazali (w. 1111
M) melakukan proses penyerangan terhadap para filusuf Muslim dan dinasti –
dinasti Islam mulai direbut oleh kerajaan – kerajaan Kristen sehingga menjadi
jajahan Inggris dan Prancis.
Menurut Mehdi Mohagheh dalam makalahnya “revival of Islamic philosophy in the
safavid period with a special reference to mir damad” yang di sampaikan
dalam symposium “Islam and Challenge of
Modernity: historical and contemporary contexts” di ISTAC Malaysia bahwa
mundurnya filsafat di dunia sunni disebabkan oleh tiga factor. Pertama, sebagian penerjemah yang
terlibat dalam penerjemahan karya – karya filsafat Yunani kedalam bahasa Arab
adalah orang – orang Kristen. Selain mereka tidak akrab dengan apa yang
dikerjakan, mereka juga kurang dalam penguasaan literature bahasa Arabnya. Kedua, serangan al – Ghazali terhadap
para filsuf dalam bukunya Tahafut al –
Falasifah dan kecamannya atas mereka sebagai pembawa bid’ah, karena mereka
menyebarkan gagasan – gagasan yang tidak semestinya. Meski Ibnu Rusyd melakukan
pembelaan dengan menulis kitab Tahafut al
– Tahafut dan berupaya untuk melakukan rekonsiliasi hikmah dan syariah
dalam fashal al – maqal, tetapi tetap
tidak efektif mengingat al – Ghazali begitu berpengaruh di dunia Sunni. Ketiga, lebih bersifat teknis, gaya
filsafat al – Farabi dan Ibnu Sina agak sulit dicerna para pengkajinya.
Kesadaran berfilsafat mulai tumbuh
kembali di kalangan umat Islam hingga sekarang ini ketika Jamaluddin Al –
Afghani (1835 – 1897 M) memperkenalkan tradisi isyraqiyah kepada para
mahasiswanya. Salah satunya yang terkenal adalah Muhammad Abduh (1845 – 1905
M). dari tangan Abduh inilah pembelajaran filsafat masuk kedalam kurikulum
Perguruan Tinggi Al – Azhar yang notabene
menjadi prototype Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia (PTAI). Melalui
PTAI inilah filsafat, khususnya filsafat Islam mulai diperkenalkan kepada
masyarakat Indonesia dan filsafat diyakini sebagai pengetahuan yang penting
bagi masyarakat dalam meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan.
(FIlsafat Dakwah; Dr. Abdul Basit, M.Ag.)
Related Posts: