Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu: axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang
berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Aksiologi adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai dari sudut pandang filsafat.
Pembicaraan nilai dalam bahasa yang paling umum dan sederhana (menurut konsep
orang awam) seringkali dikaitkan dengan baik dan buruk, manfaat tidak manfaat.
Sesuatu dikatakan bernilai jika ia memiliki unsur baik atau manfaat dalam
kehidupan, misalnya, nilai sebuah pisau, nilai orang, nilai sehat, nilai sebuah
barang dan nilai lain. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari ada sesuatu
yang bernilai dan ada yang diberi nilai (nilai intrinsik dan nilai
instrumental).
Katsoff
(1987) menjelaskan bahwa hakikat nilai itu ada beberapa kemungkinan:
1. Nilai adalah kualitas empiris
yang tidak dapat didefinisikan (h. 333-336)
2. Nilai sebagai objek suatu kepentingan
(h. 337-339)
3. Nilai pragmatis (inilah hasil
pemberian nilai) (h. 339-343)
4.
Nilai
sebagai esensi (h. 343-347)
Tujuan dasar ilmu menurut beberapa ahli tidak
selalu sama. Seperti dikutip Muslim A Kadir, Fred Kerlinger berpendapat bahwa
tujuan dasar ilmu hanyalah menjelaskan realitas (gejala yang ada), bagi
Bronowsky, tujuan ilmu adalah menemukan yang benar, sedangkan menurut Mario
Bunge, tujuan ilmu lebih dari sekadar menemukan kebenaran.
Tujuan dasar ilmu dakwah, dengan merujuk pada
beberapa ayat al-Quran yang relevan, adalah untuk:
1. Menjelaskan realitas dakwah sebagai suatu
kebenaran. “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa al-Quran itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu)
bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS 41:53)
2. Mendekatkan diri kepada Allah sebagai
kebenaran. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahku” (QS.51:56)
3. Merealisasikan kesejahteraan untuk seluruh alam
(Rahmat li al-Alamin). “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS.21:107)
Menurut Sambas, aksiologi ilmu dakwah adalah:
1. Mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiyah)
mewujudkan ajaran islam menjadi tatanan Khoirul-Ummah.
2. Mentransformasikan iman menjadi amal sholeh
jamaah.
3.
Membangun dan mengembalikan tujaun hidup
manusia, meneguhkan fungsi khilafah manusia menurut Al-quran dan sunnah, oleh
karena itu, ilmu dakwah dapat dipandang sebagai perjuangan bagi ummat islam dan
ilmu rekayasa masa depan umat dan peradaban islam.
Dalam dimensi aksiologis dakwah ada tiga hal
yang harus dicermati dan ketiganya akan mengandung konsekuensi yang berbeda.
1. Perlu dijernihkan terlebih dahulu pemahaman
dakwah sebagai ilmu pengetahuan atau sebagai objek kajian atau bahkan sebuah
ativitas konkrit.
2. Kesadaran akan pluralitas sebagai keniscayaan,
yang meliputi:
a. Perbedaan kebudayaan antara wilayah tertentu
dengan yang lain, kurun waktu tertentu dan kurun waktu yang lain. Kondisi
sosial-ekonomi tertentu dan kondisi yang lain. Histories tertentu dan histories
yang lain.
b. Adanya realitas bahwa diluar Islam ada
komunitas lain seperti ahli kitab, orang musyrik dan orang kafir. Yang dapat
dilindungi (Dzimmi) atau diperangi tergantung kondisi yang ada.
Dakwah sebagai panggilan, ajakan dan komunikasi
harus merupakan dialog bukan monolog. Keterbukaan mejadi syarat mutlak,
kesediaan untuk selalu diuji dan beradu argumen adalah syarat aksiologis yang
harus ada dalam setiap upaya menyampaikan nilai kebenaran
Zubair, Achmad Charris. Landasan
Aksiologi Ilmu. Dalam makalah intership Dosen-dosen filsafat
ilmu pengetahuan se-Indonesia di Yogyakarta, tgl 21 September sampai
dengan 5 Oktober 1997.
Related Posts: