Kebijakan pemerintah
saat ini sebenarnya banyak masalah masalah yang menjadi kontroversi. Kita tidak
bisa menjustifikasi pro rakyat atau tidak. Tetapi dari apa yang disampaikan
pemerintah melalui media media massa terkait pengalihan subsidi bbm kepada
sektor lain yang lebih produktif itu dinilai merupakan langkah yang tepat, karena
selama ini pengguna BBM adalah kebanyakan dari kalangan menengah keatas. “Seharusnya
ada antisipasi dari pemerintah agar kenaikan BBM itu tidak berdampak pada
kenaikan harga-harga lain yang itu berdampak langsung terhadap rakyat kecil”
ujar Alimatul Qibtiyah saat kami wawancarai Rabu 29/4 lalu. Sebagai aktivis
wanita yang pernah tinggal di Amerika dan Australia, beliau menambahkan juga
bahwa di negara yang pernah ia tinggali, kenaikan bbm tidak berdampak besar
terhadap kenaikan di sektor sektor lain, seperti halnya dengan harga harga
barang pada umumnya. Kenaikan tersebut tidak menjadi masalah besar yang dapat
mempengaruhi kenaikan harga-harga lainnya. Sedangkan di Indonesia, BBM menjadi
kunci utama yang dapat mempengaruhi harga-harga yang lain. Ketika ada isu
kenaikan BBM, maka harga-harga bahan pokok lainnya mengalami kenaikan. Yang
menjadi pertanyaan adalah bisakah pemerintah menciptakan harga bbm yang tidak
membuat harga bahan lain ikut naik? Ketika pasar mengalami sedikit stok
maka harga semakin naik dan mahal
begitupun sebaliknya jika stok semakin banyak maka harga menjadi turun yang itu
tidak berdampak pada harga harga yang lain. Hal yang selalu menjadi alasan para
penjual untuk menaikkan harga-harga tersebut karena ongkos angkut bahan
tersebut naik sehingga mempengaruhi biaya produksi dan terpaksa menaikkan harga
jual.
Dalam kasus lain
mengenai lika-liku Pemerintahan Jokowi, tentang KPK dan lembaga Kepolisian.
Jokowi seperti diuji kestabilan pemerintahnya. Seperti menaruh barang diatas
lemari, kursi yang dipijakinya digoyang-goyang, sehingga tidak stabil dan akan
mencari pegangan. Meski keseimbangan pemerintahan kuat jika gerakan yang
menganggu semakin besar maka ia akan tetap goyah juga. Begitupun dalam
pengambilan kebijakan-kebijakan di pemerintahannya itu.
Ada beberapa pengaruh
yang mempengaruhi penetapan kebijakan pemerintahan baik dari internal partai maupun
eksternal. Kita tidak tahu seberapa besar pengaruhnya, namun pasti ada. Jika
kebijakan itu tidak dilaksanakan secara komprehensif maka bukan tidak mungkin
akan memberi dampak yang negatif bagi rakyat kecil. Maka diperlukan antisipasi
agar kebijakan tersebut berjalan dengan semestinya dan tidak merugikan satu
pihak tertentu.
Pemerintahan jokowi
terkait sebagai pembuat kebijakan bisa dikatan tegas namun juga tidak. Jika
kita melihat beberapa kasus yang santer di media massa akhir-akhir ini, terkait
eksekusi mati Bali Nine. Keteguhan pemerintah
untuk tetap melakukan eksekusi mati kasus ini dinilai sebagai sebuah pencitraan
tentang ketegasan seorang kepala negara, meskipun memang banyak ditentang oleh
berbagai negara seperti Prancis dan Australia. Dengan dalih untuk menegakkan
hukum dinegri ini, pemerintah seolah menunjukkan ketegasannya dalam menjalankan
kebijakannya.
Di kasus lain juga,
pemerintah ini masih belum bisa menguatkan nilai tukar rupiah. Kestabilan nilai
tukar rupiah sempat turun pad beberapa waktu lalu. Terlepas faktor penyebab
penurunan ini, pemerintah seolah membiarkan dan tidak ada transparasi yang
jelas untuk segera mngambil tindakan.
Dalam petikan terakhir
wawancara dengan dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini, beliau menambahkan
dalam menghadapi MEA menurutnya keluarga menjadi sumber daya penyiapan untuk
membentuk pribadi. Melalui lembaga keluarga ini diharapkan mampu membentuk
masyarakat yang mampu berekonomi dengan baik. Kompetensi dan kompetisi adalah
sesuatu yang tidak bisa kita hindarkan dalam menghadapi MEA. Etika berekonomi,
etika berkomunikasi selalu kita jaga untuk menghadapi serangan nilai-nilai
kapitalis yang tentunya akan kita hadapi dalam MEA ini. “dalam waktu dekat ini
akan segera diadakan seminar tentang kekuatan keluarga sebagai lembaga untuk
menghadapi MEA” tambahnya.
Dari paparan wawancara
dengan beliau tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah merupakan
retorika yang belum kunjung terealisasikan. Sampai kapanpun kita sebagai rakyat
akan terus menunggu dan menunggu realita
atas retorika kebijakan yang sering digemabor-gemborkan. Namun kepercayaan
rakyat akan semakin luntur manakala sampai saat ini pemerintah belum bisa
menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan berbagai sektor penting lainnya.