Menurut
catatan sejarah bahwa asal kata filsafat berasal dari bahsa Yunani philosophia yang berasal dari kata philo dan sophia. Philo berarti
cinta dan shopia berarti
kebijaksanaan. Jadi filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Kemudian istilah philosophia diarabisasikan dengan
istilah falsafah dan bagi bangsa
Indonesia terjadi pengharakatan yang salah dari deretan huruf f-l-s-f-h (falsafah, Arab) atau f-l-s-f-t (falsafat, Persi) dan dikenal dengan
istilah filsafat.
Sebenarnya makna filsafat yang
dipahami oleh masyarakat Yunani tidak sederhana seperti arti filsafat yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “the
love of wisdom”, melainkan lebih pada usaha pencarian yang berhubungan
dengan pengembangan ilmu pengetahuan atau dalam bahasa lain lebih mengembangkan
pada sikap curiosity (rasa ingin
tahu) yang dimiliki oleh manusia untuk mengungkapkan hakikat segala sesuatu
yang ada.
Pemahaman seperti disebutkan diatas
disebabkan karena masyarakat Yuanani merupakan masyarakat yang memiliki sikap rasional
dan demokratis. Sikap rasional mereka pertunjukan dengan semangat yang tinggi
dalam memerangi takhayul dan kebodohan serta menjadikan pengetahuan sebagai
kebenaran tertinggi. Sikap rasional orang – orang Yunani dibangun dengan cara
mengembangkan pola berpikir yang sintetis, kontinu, dan analogis. Sedangkan
sikap demokratis mereka perlihatkan dalam suatu rapat warga Negara dan sikap
bebas dalam mengeluarkan pendapat. Dengan karakteristik seperti itulah,
pemikiran filusufis tumbuh dengan subur di masyarakat Yunani.
Selain itu, filsafat bagi masyarakat
Yunani bukanlah sebagai ilmu pengetahuan seperti yang dipahami sekarang. Filsafat
bagi mereka merupakan segala pengetahuan ilmiah yang awalnya dimaksudkan untuk
melepaskan diri dari kekuasaan golongan agama berhala (ber-sahaja) dengan jalan
menguji kebenaran ajaran – ajarannya. Apa yang dibenarkan oleh akal pikiran
dinamakan filsafat, sedangkan yang tidak dapat diterima oleh akal pikiran
dimasukkan kedalam cerita – cerita keagamaan.
Filsafat yang tumbuh di Yunani
sebenarnya bukanlah sebagai awal mula munculnya filsafat di dunia seperti
pendapat umum yang ada selama ini. Di Mesir Kuno sebenarnya telah berkembang
pemikiran yang bersifat filosofis. Mesir telah melahirkan pemikiran tentang
hakikat alam semesta, masalah sosial dan etika manusia. Bahkan, menurut Hasan
Hanafi, filsafat Yunani tidak lepas dari pengaruh asia kecil yang secara
geografis dan historis bersinggungan dengan peradaban Mesopotamia dan agama
timur, terutama dari Persia. Legenda siris, Osiris dan horis sangat populer dalam
mitologi Yunani.
Senada dengan Hasan Hanafi, al –
Amiri – seorang filusuf Muslim dari Khurasan – menyatakan bahwa tradisi
filsafat muncul pertama kali dari tradisi Islam. Menurutnya, orang yang pertama
kali membangun tradisi filsafat adalah Luqman, sebagai mana dinyatakan dalam Al
– Qur’an surat Luqman ayat 12 “dan
sesungguhnya kami telah memberikan kepada Lukman al – Hikmah”. Kata al – Hikmah oleh para filusuf dan
pemikir Islam seringkali diidentikkan dengan filsafat, karena al – hikmah artinya bijaksana dan
relevan dengan makna filsafat itu sendiri. Menurut al – Amiri, Luqman adalah
orang yang hidup pada zaman Nabi Daud a.s. dan tinggal di negeri Syam. Orang Yunani
yang mengambil dan belajar hikmah dari Luqman adalah empedoklas. Tokoh Yunani
lain, Phytagoras, belajar hikmah dari sahabat Nabi Sulaiman bin Daud a.s. di
Mesir. Sahabat – sahabat Sulaiman ini adalah orang – orang yang berasal dari
negeri Syam. Selanjutnya, Socrates dan Plato yang banyak mengambil hikmah dari
Phytagoras.
Di Yunani, kata filsafat memang
muncul untuk pertama kalinya. Namun,
benih – benih pemikiran filusufis pada dasarnya telah ada, terutama berasal dari
peradaban Timur seperti Mesir Kuno, Mesopotamia dan sebagainya. Prestasi Yunani
lebih pada pengembangan filsafat dalam pengertian yang lebih inklusif daripada
yang pernah dimiliki oleh para pemikir sebelumnya. Oleh karena itu, klaim Barat
bahwa filsafat yang tumbuh di Yunani sebagai ajaran yang genuine dan imune dari
pengaruh luar perlu dipertanyakan kembali keabsahannya.
Dengan demikian, filsafat dapat
dikatakan sebagai pengetahuan yang bersumber dari tradisi Islam yang memiliki
nilai – nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan pemahaman seperti ini,
keberadaan filsafat menjadi penting bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali
bagi umat Islam.
Dalam perkembangan awalnya, filsafat
dipahami sebagai induk dari segala ilmu. Namun, setelah ilmu mengalami
perkembangan yang pesat dan terpecah dalam berbagai spesialisasi, maka filsafat
pun menjadi ilmu tersendiri. Para ahli dalam mendefinisikan filsafat berbeda –
beda. Ada yang mendefinisikan secara luas dan ada yang sempit.
Menurut C.A. Van Peursen bahwa
filsafat adalah suatu usaha pemikiran yang secara kritis berusaha menelusuri
kembali akar segala sesuatu sehingga tampak hidup dan arah religius yang
mendasari suatu tindakan. Melalui jalan filsafat dapat diketahui atau diteliti
latar belakang suatu tindakan dan gambaran tentang dunia dan manusia. Sementara
al – Haj Hafiz Ghulam Sarwar, mendefinisikan filsafat sebagai sebuah kajian
sistematik mengenai sifat kenyataan. Definisi Sarwar ini bertitik tolak dari
pemahaman bahwa tujuan utama dari kajian filsafat adalah untuk memastikan sifat
kenyataan yang mulak. Sedangkan kenyataan adalah dasar keberadaan, tetapi
kenyataan itu merupakan kualitas yang tidak dapat didefinisikan, oleh krena
itu, melalui filsafat kenyataan tersebut dapat dikaji dan dipahami.
Tiga sudut pandang dalam memahami
pengertian filsafat: Pertama, Filsafat
sebagai ilmu (philosophy as science).
Filsafat dalam pengertian ini lebih banyak dikaji melalui pendekatan sejarah
dan sistematika filsafat. Kedua, filsafat
sebagai cara berpikir (philosophy as a
method of thought). Dalam hal ini filsafat lebih dimaksudkan sebagai metode
berfikir. Berpikir yang dimaksud adalah berpikir yang konsepsional, mendasar
dan radikal sehingga menyentuh esensi yang dipikirkan. Ketiga, filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy as way of life). Orang yang menggunakan filsafat
sebagai pandangan hidup, maka orang tersebut akan menjadi dewasa dalam berfikir
sehingga akan selalu ada keseimbangan dalam pribadinya, ilmu yang akan dimiliki
akan mengendap, bersedia mawas diri dan jauh dari sifat emosional. Ia menjadi
dewasa dalam berpikir dan berbuat, bersikap kritis, peka terhadap permasalahan
hidup, bersifat terbuka, toleran dan melihat sesuatu persoalan secara
multidimensional.
(Filsafat Dakwah: Dr. Abdul Basit, M.Ag.)
0 Response to "Asal Usul dan Pengertan Filsafat"
Post a Comment