Epistimologi Ilmu Dakwah

Yaa setelah sebelumnya saya posting tentang Ontologi Dakwah, sekarang saya coba membahas tentang Epistemologi Ilmu Dakwah. Epistimilogi adalah salah satu cabang filsafat yang membahas mengenai teori pengetahuan, merupakan dasar pijakan untuk pengembangan teori dalam sebuah ilmu, begitu pula dalam ilmu dakwah. Didalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul telah kita dapati sentuhan-sentuhan teoritis yang merupakan benih-benih keilmuan dakwah.[1]

Naah untuk mendapatkan rumusan yang tetap tentang epistimologi dakwah bisa dilihat dari dua pemahaman tentang filsafat dakwah. Pertama, filsafat merupakan filsafat tentang dakwah dimana dakwah menjadi titik tolak berfikir (Genetivus Objectivus) dan filsafat lebih dominan dalam inti pembahasan. Kedua, dalam arti preaching philosophy, dimana dakwah dikaji secara subtansial dan menjadi titik pusat dan kajian epistimologinya sebagai bahan kajian yang diwarnai oleh nilai-nilai dakwah.[2]

Jadi epistimologi dakwah adalah usaha seseorang untuk menelaah masalah-masalah objektivitas, metodologi, sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subjek bahasan(titik tolak berfikir).[3]

Dakwah mulai disebut dan dikembangkan menjadi sebuah ilmu pada saat Syekh Ali Mahfudz (1880-1942) yang melihat banyaknya problem dakwah yang terjadi di Mesir dan menggerakkan masyarakat kampus (Al-Azhar) untuk terjun dimasyarakat. Melihat perlunya kader dalam dakwah ini, maka dibukalah  jurusan dakwah pada fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar.

Nursamad dikutip oleh Enjang As (1990) mengatakan bahwa : “prinsip-prinsip epistemologi dalam al-hikmah (filsafat), didasarkan kepada wahyu dan keimanan”. Dengan alasan :

1.   Tanpa wahyu niscaya manusia mengalami keputusasaan untuk mecapai kebenaran yang pasti.

2. Wahyu dianggap sebagai stimulant bagi potensi-potensi intelektual ibarat air hujan menyuburkan tanah kering.

3. Berdasarkan hubungan dan keterikatan interaksi antar wahyu dengan potensi pengetahuan, integritas dan harmonisasi pengetahuan-pengetahuan empiric, rasional, dan intuitif dapat terjalin dengan baik.

4.  Pengetahuan yang diperkenalkan melalui al-hikmah adalah pengetahuan berdimensi intelektual dan moral. Dalam tarap Inderawi, manusia menyerap pesan-pesan wahyu yangkemudian terobsesi melakukan observasi (perenungan dan pengamatan) dalam tarap rasional manusia yang kemudian meletakkan dasar-dasar keilmuan bagi kegiatan perenungan tersebut, dan dalam tarap intuisi manusia menghayati penemuannya.

5.  Seluruh proses pengetahuan dan al-hikmah ditentukan oleh kegiatan pembersihan diri karena bentuk dan jenis pengetahuan apapun yang tercapai, kiranya merupakan gejala jiwa yangpada dasarnya tidak terlepas dari tiga macam kecenderungan, yaitu; ego, hawa nafsu (termasuk godaan syetan), dan bisikan ilahi.
Ketika berbicara tentang epistemologi dakwah, al-Quran mengenalkan gagasan dan visi dakwah yang akan melahirkan prinsip dakwah Qur’ani. Hal ini diturunkan dari cara pandang al-Quran tentang tiga hal yang berhubungan secara horizontal dan vertical dengan manusia sebagai objek (mukhatab) utama al-quran, yaitu qur’am menjabarkan nilai-nilai uluhiyyah, mulkiyah, milukiyyah dan rububiyah dalam prilaku kehidupan pribadi dan masyarakat. Cara pandang ini akan melahirkan pesan normal yang mendasar, yaitu : pertama dakwah yang berwawasan kemanusiaan dan cultural (perspektif  teologis), kedua, dakwah berwawasan lingkungan (prinsip ekologis), dan ketiga, dakwah yang berwawasan moral ketuhanan (perspektif teologis).[4]
Bersambung ke postingan selanjutnya Insyaallah saya bahas aksiologinya

[1] Pengantar Filsafat Dakwah, 67
[2] Ibid, 69
[3] Ibid, 69


[4] http:// emmarachmatika.blogspot.com

Related Posts:

0 Response to "Epistimologi Ilmu Dakwah"

Post a Comment